ARTICLE AD BOX
, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR) bakal meminta Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial untuk mengusut tuntas kejanggalan prosedural dalam kasus Alex Denni, mantan Deputi Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB).
Hal ini merupakan salah satu konklusi dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III DPR berbareng Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) dan Keluarga Alex Denni nan digelar di Komisi III DPR RI, Senin (24/2/2025).
Pengusutan kejanggalan prosedural kasus Alex Deni ini terutama mengenai pengadil nan telah meninggal bumi namun tercatat menandatangani putusan kasasi. Komisi III juga bakal mendorong dilakukannya pertimbangan menyeluruh agar tidak terjadi kembali disparitas putusan seperti nan terjadi pada Alex Denni.
"Ada dugaan pemalsuan putusan lantaran orang sudah meninggal bisa tanda tangan. Itu, kan, tidak mungkin,” ujar Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman nan memimpin RDPU di Jakarta, Senin (24/2/2025).
Dalam keputusannya, Komisi III DPR RI juga bakal memberikan masukan terhadap MA agar memberikan atensi terhadap permohonan Peninjauan Kembali (PK) Alex Denni dengan mempertimbangkan agunan Business Jusgment Rules (BJR) serta mengevaluasi pemberlakuan Pasal 55 KUHP terhadap Alex Denni mengenai putusan bebas atas nama Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah sesuai prinsip keadilan dan peraturan perundang-undangan nan bertindak lainnya.
"Yang melakukan saja tidak dihukum. Bagaimana mungkin ada orang nan dihukum lantaran membujuk untuk melakukan alias membantu untuk melakukan. Ini agak-agak ajaib," tambah Habiburokhman nan memimpin RDPU.
Dalam RDPU tersebut, Ketua Badan Pengurus PBHI Julius Ibrani mengatakan, terdapat sejumlah kejanggalan dalam perkara Alex Denni baik secara prosedural maupun secara substansi. Salah satu temuannya adalah pencantuman nama pengadil nan sudah meninggal bumi dalam putusan kasasi Alex Denni.
Unjuk rasa mahasiswa di depan gedung KPK berjalan ricuh. Demonstran meminta politisi PDI Perjuangan, Harun Masiku ditangkap juga melakukan tindakan vandalisme.
Dinyatakan Bebas
Julius mengungkapkan, salah satu pengadil nan memeriksa perkara Alex Denni di tingkat kasasi sudah meninggal sebelum tanggal putusan. Namun, namanya tetap tercantum dalam putusan.
Tanggal putusannya itu pada 14 November 2013. Namun, salah satu hakimnya sudah meninggal pada 7 September 2013. Jadi, jedanya lumayan itu,” ungkapnya.
Kejanggalan nan paling mendasar, putusan terhadap Alex Denni, baik di tingkat banding maupun kasasi bertolak belakang dengan putusan terhadap Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah.
Berdasarkan eksaminasi nan dilakukan PBHI berbareng tiga mahir norma pidana, ditemukan kejanggalan baik di level manajemen pengadilan, norma aktivitas dan pemeriksaan perkara nan berujung pada terjadinya disparitas putusan.
Di tingkat banding, dua pejabat Telkom tersebut dinyatakan bebas, tidak bersalah lantaran terbukti tidak melakukan penyalahgunaan kewenangan dan tidak ada kerugian negara. Namun, dengan perangkat bukti nan sama, Alex Denni nan merupakan pihak swasta dan tidak punya kewenangan dalam membikin keputusan tetap dinyatakan bersalah.
Julius menegaskan, vonis bersalah terhadap Alex Denni jelas bertentangan dan melanggar penerapan norma terhadap Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) nan mensyaratkan pihak penyelenggara negara kudu divonis bersalah terlebih dulu baru kemudian pihak swasta dapat dinyatakan bersalah.
Sistem Peradilan Harus Diperbaiki
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Bimantoro Wiyono mengatakan, Komisi III DPR RI merupakan rumah bagi pencari keadilan. Menurutnya, sistem peradilan di Indonesia memang kudu diperbaiki secara masif. Itu sebabnya, Komisi III saat ini sedang merancang KUHP nan baru.
"Untuk perkara ini memang kami tidak bisa masuk kepada substansi. Tapi kami bakal terus mengawal. Saya sangat mendorong penguatan sistem peradilan, terutama pemberkasan perkara di MA nan sudah dari dulu menjadi problematika,” tegas Bimantoro.
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Hinca Panjaitan berharap, Alex Denni tidak sekadar mendapatkan haknya atas kebenaran nan diyakininya. Namun, Alex Denni juga bisa menjadi daya baru untuk memperbaiki KUHP.
"Saya sampaikan Ibu kepada Pak Alex Denni, hormat kami. Jangan berakhir berjuang. Saya memberikan support penuh untuk family Alex Denni, juga teman-teman PBHI. Teruslah berjuang,” ujar Hinca kepada Ernitasari, istri Alex Denni nan menghadiri RDPU.