Lbh: 43 Peserta Aksi Solidaritas Affan Di Surabaya Ditangkap Polisi

Sedang Trending 15 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Surabaya, --

43 orang peserta aksi solidaritas Affan Kurniawan di Surabaya dilaporkan ditangkap abdi negara kepolisian saat demonstrasi Jumat (29/8). Sebagian besar di antaranya adalah anak di bawah umur.

Direktur YLBHI-LBH Surabaya Habibus Shalihin mengungkapkan situasi tersebut, termasuk dugaan upaya abdi negara menghalangi mereka memberikan support norma kepada peserta aksi.

"Setidaknya sampai jam 07.34 WIB massa tindakan nan ditangkap dalam tindakan di Surabaya kurang lebih 43 orang, kebanyakan adalah anak di bawah umur," kata Habibus kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (30/8).

"Massa tindakan nan ditangkap juga dihalang-halangi untuk mendapatkan akses support hukum. Bahkan banyak demonstran dalam pengaduan dipaksa menjalani penggeledahan peralatan pribadi tanpa dasar norma nan sah."

"Selain itu, banyak peserta tindakan lainnya turut mengalami penganiayaan," ucapnya.

Habibus kemudian mengatakan pihaknya memandang abdi negara secara represif membubarkan massa tindakan di depan Gedung Grahadi dengan gas air mata dan water cannon, melakukan sweeping dan pencegahan para pelajar untuk berasosiasi dalam barisan.

[Gambas:Video CNN]

YLBHI-LBH Surabaya menegaskan demonstrasi, mengemukakan pendapat di muka umum adalah kewenangan konstitusional setiap penduduk negara termasuk mereka nan tetap belum dewasa. tanpa memandang ras, suku, agama, hingga hati nurani kepercayaan politik tertentu sekalipun.

Hak tersebut dijamin norma nasional dan internasional. Pasal 19 Konvensi Internasional atas kewenangan Sipol tahun 1966 menegaskan bahwa setiap orang mempunyai kewenangan kebebasan untuk beranggapan dan berekspresi.

Kemudian, Pasal 2 Ayat (1) UU No 9 Tahun 1998 nan mengatur setiap penduduk negara, secara perorangan alias kelompok, bebas menyampaikan pendapat sebagai perwujudan kewenangan dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

"Landasan norma ini semestinya menjadi pegangan utama abdi negara kepolisian dalam mengamankan aksi. Bahkan penghalang-halangan kewenangan penduduk negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum secara sah adalah corak kejahatan alias tindak pidana sebagaimana Pasal 18," ucapnya.

Oleh karena itu, YLBHI-LBH Surabaya mengecam keras praktik brutalitas abdi negara kepolisian maupun penghalang halangan penyelenggaraan kewenangan rakyat dalam menyampaikan pendapat di muka umum.

Mereka juga mendesak Presiden dan DPR RI untuk tidak terus membiarkan praktik brutalitas abdi negara kepolisian dalam merespons demonstrasi warga.

"Evaluasi menyeluruh dan penegakan norma terhadap praktik kekerasan dan pelanggaran HAM oleh lembaga kepolisian serta penyimpangan peran kepolisian sebagai perangkat kekuasaan dan pemodal," tuturnya.

Respons Kapolda Jatim

Sementara itu, Kapolda Jatim Irjen Nanang Avianto belum memberikan komentar apa pun mengenai penangkapan massa aksi. Ia sebelumnya hanya merespons mengenai penembakan gas air mata kepada pedemo.

Nanang mengatakan penembakan gas air mata saat demo di Grahadi telah sesuai dengan patokan nan ada.

"Jadi gini rekan-rekan. Di dalam proses nan ada SOP patokan eskalasinya," kata Nanang, Jumat (29/8) malam.

Nanang menjelaskan, dalam melakukan pengamanan tindakan demonstrasi, pihaknya mulanya menggunakan imbauan.

Namun, polisi disebut menembakkan water cannon lantaran eskalasi situasi demonstrasi seperti massa sukses menjebol kawat berduri dan melakukan lemparan.

"Begitu tadi kami lihat kawat-kawatannya dirusak. Dan itu adalah Grahadi. Simbol kebesaran dari Provinsi Jawa Timur. Di situlah. Kok mau dirusak, kami kan bertahan. Sudah peringatan-peringatan disampaikan," ucapnya.

Nanang klaim penembakan gas air mata baru dilakukan polisi menjelang waktu demonstrasi lenyap alias sekitar pukul 17.00 WIB-18.00 WIB.

"Kan selesai jam 18.00 WIB. Begitu mendekati jam 18.00 WIB, kami lihat loh kok jam 17.00 WIB tetap bertahan. Sudah kami ingatkan. Ya sudah. Akhirnya itu tadi. Disemprot lagi," klaimnya.

"Makin maju rupanya tetap bertahan. Kami menggunakan patokan nan ada. Aturannya menggunakan apa? Gas air mata," katanya.

Klaim Nanang berbeda dengan situasi di lapangan. Gas air mata mulai ditembakkan polisi sejak pukul 16.10 WIB ke beragam arah.

(frd/chri)

Selengkapnya