ARTICLE AD BOX
Technoz, Jakarta - Di tengah tekanan industri rokok akibat kenaikan cukai hingga perubahan perilaku konsumen dua raksasa tembakau Grup Djarum dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) menunjukkan kontras strategi bisnis. Djarum tampil garang merambah ke beragam sektor industri, sementara Gudang Garam tetap mengandalkan lini upaya utama dan menghadapi pelemahan keahlian sepanjang 2024.
Langkah terbaru Grup Djarum menjadi sorotan usai terungkapnya akuisisi saham signifikan di jaringan rumah sakit swasta PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL). Nilai investasinya ditaksir mencapai Rp1,04 triliun alias setara 3,64% saham nan dicatatkan di bursa. Investasi ini melengkapi portofolio Djarum nan sebelumnya sudah mencakup sektor keuangan, digital, ritel, media, dan makanan-minuman.
Akhir 2024 lalu, Grup Djarum dikabarkan mengambil alih 85% saham PT Griya Mie Sejati, induk upaya dari jaringan restoran legendaris Bakmi GM. Nilai akuisisi diperkirakan berada di kisaran Rp2 triliun hingga Rp2,4 triliun.
Ekspansi lintas sektor ini menunjukkan pola diversifikasi nan dijalankan Djarum dalam dua dasawarsa terakhir. Sejak mengambil alih PT Bank Central Asia Tbk (BCA) dari Grup Salim pada 1998 di tengah krisis moneter Grup Djarum membangun pilar upaya non-tembakau nan sekarang menjadi tulang punggung konglomerasi tersebut. BCA sekarang menjadi bank swasta terbesar di Indonesia dari sisi kapitalisasi pasar dan profitabilitas. Sepanjang 2024, BCA mencetak untung bersih sebesar Rp54,8 triliun, naik 12,7% dibanding tahun sebelumnya.
Selain perbankan, Djarum juga menggarap sektor ritel digital lewat Blibli (PT Global Digital Niaga Tbk), nan IPO pada 2022 dan sekarang menjadi induk dari Tiket.com. Di sektor elektronik Grup Djarum menggenggam Polytron nan menjadi salah satu merek lokal terkuat dengan ekspansi ke produk kendaraan listrik.